Lompat ke konten

CBDC dan Transformasi Sistem Pembayaran Nasional

Dunia keuangan global sedang bergerak menuju era baru yang ditandai oleh kehadiran CBDC, atau Central Bank Digital Currency. Dalam konteks Indonesia, rencana implementasi rupiah digital menjadi langkah strategis memperkuat sistem pembayaran nasional, meningkatkan transparansi, dan mempercepat inklusi keuangan.

Inovasi ini bukan hanya persoalan teknologi, tetapi fondasi baru dalam menjaga kedaulatan moneter di era digital. Melalui Project Garuda, Bank Indonesia berambisi menjadikan rupiah digital sebagai jembatan antara efisiensi, stabilitas, dan integrasi ekonomi nasional.

Mengenal CBDC dan Signifikansinya 

Secara sederhana, mata uang digital bank sentral adalah versi digital dari uang resmi yang diterbitkan dan dijamin oleh negara. Tidak seperti kripto atau stablecoin, nilainya terikat dengan mata uang nasional dan diatur sepenuhnya oleh otoritas moneter.

Keunggulannya meliputi:

  • Efisiensi transaksi lintas batas dengan biaya rendah.

  • Transparansi tinggi berkat teknologi distributed ledger.

  • Meningkatkan kedaulatan moneter di ranah digital.

Untuk Indonesia, rupiah digital berperan penting dalam menciptakan ekosistem keuangan terintegrasi dan mendukung visi ekonomi inklusif di seluruh wilayah.

🔗 Baca Juga: 10 Tahun Transisi Energi: Mimpi Besar, Tantangan Nyata

Project Garuda: Visi Bank Indonesia

Melalui Project Garuda, Bank Indonesia menyusun peta jalan penerapan digital rupiah secara bertahap agar ekosistem finansial siap menghadapi perubahan.

Fase utama yang disiapkan:

  1. Wholesale CBDC — untuk transaksi antarbank, menggantikan sistem RTGS konvensional.

  2. Retail CBDC — digunakan masyarakat untuk transaksi harian, baik online maupun offline.

  3. Cross-Border CBDC — mempercepat transaksi lintas negara di masa depan.

Langkah bertahap ini memastikan kesiapan infrastruktur, keamanan, dan regulasi agar sistem pembayaran digital nasional berjalan stabil.

Manfaat Bagi Perekonomian Nasional 

1. Efisiensi Sistem Pembayaran 

Dengan jaringan digital yang lebih langsung, transaksi antarindividu maupun antarbank berlangsung cepat dan murah. Hal ini menurunkan biaya operasional sekaligus meningkatkan likuiditas pasar.

2. Mendorong Inklusi Keuangan 

Bagi masyarakat tanpa akses perbankan, rupiah digital menjadi solusi inklusif. Melalui dompet digital berbasis identitas nasional, mereka dapat berpartisipasi dalam sistem keuangan formal.

3. Transparansi dan Akuntabilitas 

Transaksi dapat dipantau secara real-time oleh otoritas, meminimalkan risiko pencucian uang dan kejahatan finansial.

4. Penguatan Kebijakan Moneter

Dengan mata uang digital bank sentral, BI memiliki data yang lebih presisi untuk mengatur suplai uang dan menyesuaikan kebijakan moneter secara dinamis.

Tantangan Implementasi

Transformasi menuju sistem keuangan digital tidak bebas hambatan. Beberapa isu utama yang perlu diantisipasi antara lain:

1. Keamanan Siber 

Infrastruktur digital harus mampu menahan serangan siber dan kebocoran data. Kepercayaan publik menjadi kunci utama keberhasilan digital rupiah.

2. Literasi Keuangan Masyarakat 

Banyak masyarakat masih belum memahami perbedaan antara kripto dan mata uang digital resmi. Edukasi publik menjadi faktor penentu adopsi.

3. Privasi dan Pengawasan 

Meskipun transparansi dibutuhkan, hak privasi pengguna tetap harus dilindungi agar sistem tidak berubah menjadi alat kontrol.

4. Kesiapan Infrastruktur Nasional 

Konektivitas internet dan infrastruktur perbankan digital di daerah harus ditingkatkan agar adopsi digital rupiah benar-benar merata.

Kolaborasi Global dan Standarisasi 

Lebih dari 130 negara kini sedang mengembangkan atau meneliti proyek serupa. Negara seperti Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa telah meluncurkan uji coba mereka.

Bagi Indonesia, kerja sama internasional menjadi penting untuk memastikan CBDC kompatibel dengan sistem pembayaran lintas negara. Kolaborasi dengan ASEAN dan BIS (Bank for International Settlements) memperkuat posisi Indonesia sebagai bagian dari ekosistem ekonomi digital global.

Dampak terhadap Perbankan dan Ekonomi Domestik 

Penerapan mata uang digital bank sentral berpotensi mengubah fungsi perbankan tradisional. Dengan transaksi langsung antarindividu, peran bank sebagai perantara bisa berkurang.

Namun BI telah menegaskan model yang digunakan adalah two-tier system — bank sentral menerbitkan, sedangkan distribusi dilakukan oleh bank dan lembaga keuangan. Ini menjaga stabilitas sambil memastikan efisiensi dan pengawasan tetap berjalan optimal.

CBDC sebagai Pilar Kedaulatan Digital 

Lebih dari sekadar alat transaksi, rupiah digital adalah simbol kedaulatan ekonomi Indonesia. Dengan sistem pembayaran yang dikendalikan secara nasional, ketergantungan terhadap jaringan global dapat dikurangi.

Selain efisiensi, hal ini juga membuka peluang bagi pengembangan industri fintech lokal dan inovasi keuangan berbasis data nasional. Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu pelopor transformasi moneter digital di Asia Tenggara.

Transformasi sistem pembayaran nasional melalui CBDC adalah langkah besar menuju ekonomi digital yang inklusif, aman, dan berdaulat.
Namun keberhasilannya bergantung pada kesiapan teknologi, literasi masyarakat, dan kepercayaan publik.

CBDC bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang kemandirian ekonomi dan kedaulatan data.
Dengan kebijakan yang matang dan sinergi lintas sektor, rupiah digital dapat menjadi pondasi baru sistem keuangan Indonesia — yang modern, transparan, dan berpihak pada seluruh rakyat.

Last Updated on 23 Oktober 2025 by BNM News