saham murah

Saham ‘Murah Banget’ di 2025 yang Justru Ditinggal Investor Asing – Kenapa?

Fenomena Saham Murah yang Tidak Diminati Asing

Dalam kondisi pasar yang volatil, banyak saham murah di Bursa Efek Indonesia tampak undervalued secara rasio price-to-earnings (PER) dan book value. Namun uniknya, justru beberapa saham murah ditinggal asing selama kuartal pertama dan kedua 2025.

Padahal secara fundamental, emiten-emiten ini masih mencatatkan laba positif. Lalu kenapa investor asing justru menarik dana mereka?

Saham #1: PT Industri Bumi Raya (IBR)

Saham murah seperti IBR sempat menyentuh harga Rp640 per lembar—turun lebih dari 30% dari posisi tertingginya tahun lalu. PER-nya hanya 6x dan PBV 0,8x, sangat murah untuk sektor industri berat.

Namun, data menunjukkan net sell asing mencapai Rp280 miliar dalam 5 bulan terakhir. Penyebab utamanya adalah kekhawatiran atas utang jangka panjang perusahaan yang membengkak pasca ekspansi agresif ke luar negeri.

Saham #2: Bank Swasta Nasional (BSN)

Bank dengan pangsa pasar UMKM ini memiliki performa keuangan solid dan dividen konsisten. Tapi sejak Maret 2025, investor asing mencatatkan aksi jual berturut-turut hingga Rp190 miliar.

Muncul isu tentang potensi pelemahan portofolio kredit akibat kenaikan suku bunga, serta perubahan struktur kepemilikan mayoritas yang dianggap kurang ramah investor global. Ini membuat BSN termasuk dalam daftar saham murah ditinggal asing meski harga sahamnya relatif stabil.

Saham #3: Energi Nusantara Resources (ENR)

ENR adalah pemain besar di sektor energi terbarukan. Namun ironi muncul ketika valuasi sahamnya menurun drastis dari Rp2.300 menjadi Rp1.450.

Meski proyek PLTS dan bioenergi perusahaan berjalan, investor asing menghindar karena faktor regulasi baru dari pemerintah terkait insentif EBT. Risiko kebijakan ini dinilai tinggi dan belum ada kepastian jangka panjang.

Saham #4: Logistik Merdeka Tbk (LGM)

Perusahaan logistik ini menguasai distribusi barang FMCG di kawasan Jawa dan Sumatera. PER-nya hanya 7x, namun dana asing keluar hingga Rp120 miliar selama semester awal 2025.

Alasannya? Kinerja margin operasi yang terus tergerus oleh biaya transportasi dan ketidakpastian insentif logistik nasional. Padahal dari sisi ekspansi, perusahaan ini sedang agresif membuka jalur baru ke kawasan timur.

Saham #5: Telco Vision Indonesia (TVI)

TVI sebelumnya dilirik karena punya proyek fiber-to-the-home yang ambisius. Tapi sejak kuartal pertama 2025, saham ini masuk daftar pantauan investor asing karena akuisisi gagal atas perusahaan teknologi kecil di Asia Tenggara.

Kegagalan ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap manajemen. Meski valuasi saham turun ke Rp850, investor asing lebih memilih wait and see hingga ada restrukturisasi jelas.

Kenapa Investor Asing Malah Menjauh?

Setidaknya ada 3 alasan utama:

  • Risiko makroekonomi meningkat: kekhawatiran terhadap nilai tukar, inflasi global, dan tensi geopolitik.

  • Kepastian regulasi lemah: terutama di sektor energi dan telekomunikasi yang banyak diatur pemerintah.

  • Kurangnya transparansi manajemen: investor global menghindari perusahaan yang tidak terbuka dalam aksi korporasi besar.

Meskipun valuasi terlihat menarik, keputusan investasi asing lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen dan faktor risiko non-finansial.

Apa Implikasinya untuk Investor Ritel?

Buat investor domestik, fenomena saham murah ditinggal asing ini bisa jadi peluang atau jebakan. Saham yang murah belum tentu layak beli kalau sentimen negatif belum mereda.

Sebelum membeli, pastikan untuk:

  • Menganalisis alasan di balik penurunan harga

  • Melihat prospek industri dan arah kebijakan pemerintah

  • Mengecek posisi dana asing secara berkala

Jangan asal beli hanya karena PER murah — kadang harga turun bukan karena diskon, tapi karena fundamental yang goyah.

Analisis Sentimen & Tips Ritel

Meski data menunjukkan arus keluar dana asing dari saham-saham tadi, bukan berarti investor lokal harus panik. Justru, kondisi ini membuka peluang akumulasi jika dilakukan dengan strategi yang hati-hati. Banyak analis dalam negeri meyakini bahwa tekanan asing lebih disebabkan oleh rotasi portofolio global, bukan hanya faktor dalam negeri.

Di sisi lain, volume transaksi lokal yang masih tinggi menandakan bahwa minat terhadap saham-saham domestik belum sepenuhnya surut. Investor ritel perlu membekali diri dengan data yang akurat dan tidak hanya terpaku pada aksi jual asing semata.

Gunakan indikator seperti foreign net sell, ownership breakdown, dan laporan keuangan kuartalan untuk menilai ulang posisi. Saham yang murah bisa jadi sangat menguntungkan saat sentimen kembali positif. Tapi kalau beli tanpa analisa, risiko nyangkut pun tetap tinggi.

Tidak semua yang tampak murah layak dikoleksi. Beberapa saham murah ditinggal asing justru memberi sinyal akan risiko mendalam, baik dari sisi manajemen, regulasi, maupun prospek industri.

Terus ikuti perkembangan ekonomi nasional, kebijakan publik, dan strategi investasi hanya di BNM News — sumber terpercaya informasi finansial, industri, bisnis, infrastruktur, dan teknologi Indonesia.

Last Updated on 17 Juli 2025 by BNM News