volume trading

Kripto Masuk Masa Tenang? Ini 5 Alasan Volume Trading di RI Turun Tajam!

Apa yang Terjadi dengan Pasar Kripto RI?

Setelah mengalami lonjakan ekstrem pada 2021–2022, dan sempat bangkit di 2024, kini pasar kripto di Indonesia kembali masuk dalam fase stagnan. Beberapa pelaku pasar menyebutnya sebagai “masa tenang”, namun data menunjukkan bahwa ini bukan sekadar fluktuasi biasa.

Di balik penurunan volume trading kripto Indonesia 2025, sektor ini tetap berpotensi besar dalam jangka panjang. Banyak investor mulai kembali melihat fundamental kripto, meskipun sentimen domestik sedang melemah

Volume Trading Kripto Indonesia 2025 Turun Hingga 47%

Data dari Bappebti menunjukkan bahwa volume trading kripto Indonesia 2025 turun tajam sebesar 47% pada semester pertama, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dari total Rp212 triliun menjadi hanya Rp112 triliun.

Penurunan ini terjadi di hampir semua platform, termasuk Indodax, Tokocrypto, Pintu, dan Rekeningku. Bahkan transaksi harian BTC dan ETH di lokal exchange tercatat paling rendah sejak awal pandemi.

Sikap Wait and See Investor

Setelah mengalami volatilitas tinggi dalam beberapa tahun terakhir, banyak investor ritel kini memilih menahan diri. Mereka menunggu kepastian arah pasar global, terutama setelah tekanan suku bunga tinggi di AS dan ketegangan geopolitik internasional.

Sentimen negatif ini menekan antusiasme pembelian dan mendorong investor untuk menahan aset dalam stablecoin atau menarik dana ke aset konvensional.

Lesunya Aset Kripto Global

Volume perdagangan kripto di Indonesia juga sangat bergantung pada tren global. Sejak awal 2025, Bitcoin cenderung stagnan di kisaran $57.000–$62.000 tanpa momentum bullish baru. Altcoin seperti SOL, AVAX, dan ADA juga tak menunjukkan performa signifikan.

Lesunya pasar global membuat likuiditas lokal terpengaruh. Trader harian pun banyak yang berhenti karena volatilitas rendah mengurangi peluang profit cepat.

Minimnya Inovasi Token Lokal

Meskipun beberapa token lokal sempat mencuri perhatian, nyatanya hingga pertengahan 2025 belum ada proyek besar berbasis blockchain dari Indonesia yang mampu mendorong ekosistem.

Token-token lokal stagnan, baik dari sisi volume maupun pengembangan teknologi. Ini menjadi alasan lain mengapa volume trading kripto Indonesia 2025 tidak mampu bersaing dengan negara tetangga seperti Singapura atau Korea Selatan.

Ketatnya Aturan Pajak Kripto

Pemerintah terus memperketat regulasi dan mengefektifkan pungutan pajak atas transaksi kripto. Pajak penghasilan final 0,1% ditambah PPN 0,11% membuat margin trader semakin tipis.

Akibatnya, banyak pelaku ritel yang memilih tidak aktif atau pindah ke platform luar negeri yang menawarkan biaya transaksi lebih ringan.

Dominasi Market Luar Negeri

Banyak investor Indonesia kini bertransaksi melalui platform internasional seperti Binance, Bybit, atau OKX. Fitur lebih lengkap, likuiditas tinggi, dan biaya lebih murah membuat mereka meninggalkan platform lokal.

Sayangnya, ini membuat data volume trading kripto Indonesia 2025 terlihat anjlok, karena volume tersebut tidak tercatat dalam bursa lokal yang diawasi Bappebti.

Apa yang Harus Dilakukan Investor Domestik?

Dalam kondisi seperti ini, investor tidak harus panik. Tapi penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh:

  • Hindari overtrading di tengah volatilitas rendah

  • Fokus pada aset kripto dengan fundamental kuat

  • Pantau kebijakan fiskal dan moneter global

  • Diversifikasi ke aset digital lainnya, seperti tokenized bonds atau NFT utility-based

  • Gunakan exchange yang aman dan terdaftar di Indonesia

Perlu dicatat bahwa fase stagnan seperti ini sering kali menjadi fase akumulasi diam-diam sebelum siklus baru dimulai.

Tips dan Analisis Pasar

Sementara itu, untuk investor ritel, penting untuk memahami bahwa fase pasar kripto yang sedang tenang ini bukan berarti pasar sudah mati. Justru, ini bisa menjadi waktu yang tepat untuk menyusun strategi jangka panjang. Beberapa analisis menyarankan untuk lebih fokus pada aset kripto yang memiliki utilitas atau kegunaan nyata, seperti proyek berbasis DeFi (Decentralized Finance) dan NFT yang mendukung ekosistem digital.

Selain itu, pertimbangkan untuk berinvestasi secara berkala (dollar cost averaging) agar bisa mengurangi potensi risiko volatilitas ekstrem di pasar. Jangan terjebak hanya pada hype pasar sesaat, karena kripto adalah investasi jangka panjang yang memerlukan kesabaran dan ketelitian.

Di tengah penurunan volume trading kripto Indonesia 2025, banyak investor yang memilih untuk menggunakan pendekatan investasi jangka panjang dan dollar cost averaging (DCA).

Turunnya volume trading kripto Indonesia 2025 menunjukkan bahwa industri kripto tengah masuk masa konsolidasi. Meski terlihat sepi, fase ini justru bisa menjadi momen terbaik untuk mempersiapkan strategi jangka panjang.

Terus ikuti perkembangan ekonomi nasional, kebijakan publik, dan strategi investasi hanya di BNM News — sumber terpercaya informasi finansial, industri, bisnis, infrastruktur, dan teknologi Indonesia.

Last Updated on 18 Juli 2025 by BNM News